Sehinggamasyarakat Bugis-Makssar khususnya, memiliki beragam jeni tari-tarian seperti misalnya tari gandrang bulo, tari pakarena, tari ma'badong, tari pa'gellu, tari kipas dan tari paduppa. Jenis tarian yang di sebut terakhir merupakan tarian asli Bugis-Makassar yang di selenggarakan untuk menyambut seorang, baik dalam pesta adat ataupun acara
Makassar - Aksara Lontara juga dikenal sebagai aksara Bugis yang digunakan oleh dua etnis di Sulawesi Selatan Sulsel, yaitu Suku Bugis dan Suku juga merupakan identitas daerah dan merupakan nilai-nilai leluhur yang sangat berharga dan merupakan satu dari lima aksara dunia, yakni aksara Arab, Latin, Kanji, Kawi Jawa Kuno.Dikutip dari Jurnal Universitas Komputer Indonesia Unikom yang berjudul "Aksara lontara Dalam Kehidupan Masyarakat Suku Bugis", pada abad ke 16 Masehi M hingga awal abad 20 masehi, aksara Lontara dijadikan sebagai tulisan sehari-hari bagi sastrawan Sulsel. Aksara Lontara sangat terkenal di Eropa semenjak sure' I La Galigo dibawa Oleh Mathes dari Sulsel ke Belanda. Aksara Lontara saat ini telah terdaftar di Unicode, dan telah dijadikan buku yang termuat dalam The Unicode Lontara diciptakan oleh Daeng Pamatte yang merupakan seorang syahbandar dan menjabat sebagai Tumailalang Menteri urusan istana luar dan dalam negeri di kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi 1510 - 1546. Alasan aksara ini dibuat yakni pada saat itu pemerintah Kerajaan Gowa ingin menuliskan apa yang mereka itu agar mereka dapat menuliskan kejadian pada masa itu, sebagai warisan bagi keturunannya sebagai bekal bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Aksara Lontara pada masa ini disebut sebagai aksara Lontara Toa atau Jangang-Jangang burung.Dalam perkembangannya aksara Lontara kemudian mengalami perubahan. Huruf aksara Lontara berubah saat agama Islam masuk sebagai agama resmi di Kerajaan huruf aksara Lontara berubah mengikuti simbol angka dan huruf Arab. Seperti huruf Arab nomor 2 diberi makna huruf "ka", angka Arab nomor 2 dan titik dibawah diberi makna "Ga", angka tujuh dengan titik di atas diberi makna "Nga".Aksara Lontara yang telah mengalami perubahan ini disebut Lontara Bilang-Bilang atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Lontara Bilang-Bilang ini sendiri diperkirakan muncul pada abad ke-16 yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin 1593-1639.Selanjutnya aksara Lontara mengalami penyederhanaan dengan menggunakan bentuk huruf dari belah demikian disebutkan dalam jurnal tersebut belum diketahui secara jelas siapakah yang menemukan penyederhanaan aksara Lontara ini. Namun, berdasarkan jumlah aksara yang semula 18 huruf dan kini menjadi 19 huruf, dapat dinyatakan bahwa penyederhanaan itu dilakukan setelah masuknya tambahan akibat pengaruh Islam dari bahasa arab tersebut yakni huruf "Ha".Sementara, ada pendapat yang menyebutkan bahwa si pencipta aksara Lontara Daeng Pamatte sendiri yang kemudian menyederhanakan dan melengkapi aksara lontara Usul Penamaan Aksara LontaraMengutip karya ilmiah Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin Unhas, Prof Nurhayati Rahman berjudul "Sejarah dan Dinamika Perkembangan Huruf Lotaraq di Sulawesi Selatan" disebutkan bahwa kata Lontara berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu raung yang berarti daun, dan taq yang berarti lontar. Jadi raung taq berarti daun demikian, karena pada awalnya tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar. Daun lontar ini bentuknya berukuran kira-kira 1 cm lebarnya, sedangkan panjangnya bergantung dari panjang cerita yang dituliskan di tiap-tiap daun lontar disambung dengan memakai benang, lalu digulung pada jepitan sebuah kayu, yang bentuknya mirip pita Aksara LontaraMelansir aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama pemati vokal sehingga aksara konsonan mati tidak dituliskan. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti akan kata yang pada kata "Mandar" hanya ditulis mdr, dan tulisan sr dapat dibaca sebagai "sarang", sara', atau "sara" tergantung pada konteks tulisan aksara lontara adalah kiri ke kanan yang ditulis tanpa spasi dengan tanda baca yang Lontara adalah tulisan abugida yang terdiri dari 23 aksara dasar, yaitu KA-GA-NGA-NGKA-PA-BA-MA-MPA-TA-DA-NA-NRA-CA-JA-NYA-NCA-YA-RA-LA-WA-SA-A-HA. Dan memiliki 6 huruf vokal seperti /ɔ/, /i/, /u/, /e/, /ə/, dan /o/ serta memiliki sistem penulisan Lontara Balai Bahasa KemdikbudMengutip dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam artikel berjudul "Aksara Lontara' dan Rahasia Sukses Replikasi PLPBK Kabupaten Gowa", dijelaskan bahwa huruf Lontara memiliki bentuk yang unik. Berikut penjelasannya1. Huruf Lontara Tidak Mengenal Garis Lengkung atau BengkokHuruf pada aksara Lontara tidak mengenal garis melengkung atau garis bengkok. Hanya ada garis lurus ke atas dan garis lurus ke bawah. Kemudian pada pertemuan kedua garis lurus tersebut terdapat Ditulis dengan Variable Tegak LurusSementara dari segi teknis penulisan, huruf pada aksara Lontara memiliki variasi tebal halus. Yakni ke atas harus tebal dan ke bawah harus Lontara Tidak Mengenal Huruf MatiAlasan tidak mengenal huruf mati karena orang-orang terdahulu percaya segala ilmu yang dipelajari adalah berkah dan tidak akan pernah Membaca Aksara LontaraTidak banyak yang memahami huruf aksara Lontara termasuk cara membacanya. Terdapat lima diakritik dalam aksara Lontara, berikut adalah cara membaca aksara Lontara Jika tanda titik berada di sebelah kiri atas huruf, maka dilafalkan dengan huruf vokal iJika tanda titik berada di sebelah kanan bawah, maka dilafalkan dengan huruf vokal uJika tanda yang menyerupai huruf L terbalik dan condong ke dalam, maka dilafalkan dengan huruf vokal e contohnya sepatu, tanda yang menyerupai huruf L dan condong keluar, maka dilafalkan dengan huruf vokal oJika tanda yang menyerupai huruf L dan berada pada sebelah kiri atas, maka dilafalkan dengan huruf vocal e pepet contohnya ember, enak Simak Video "Hafal 5 Juz Al-Quran, Siswa Bisa Bebas Pilih Sekolah Favorit!" [GambasVideo 20detik] alk/alk
Lontaraqdan Aksara Lontara (Aksara Bugis) Lontaraq adalah sebutan naskah bagi rakyat Sulawesi Selatan. Kata ini diambil dari lontar atau palem tal ( Borassus flabellifer ). Dengan begitu, lontaraq adalah naskah yang ditulis pada daun tal, tradisi yang juga dilakukan oleh orang Sunda, Jawa, dan Bali dalam menulis naskah rontal mereka.
Lontaraq adalah sebutan naskah bagi rakyat Sulawesi Selatan. Kata ini diambil dari lontar atau palem tal Borassus flabellifer. Dengan begitu, lontaraq adalah naskah yang ditulis pada daun tal, tradisi yang juga dilakukan oleh orang Sunda, Jawa, dan Bali dalam menulis naskah rontal mereka. Ada pula yang berpendapat bahwa secara etimologis kata lontarak terdiri dari dua kata raungdaun dan talak lontar. Kata raung talakmengalami proses evolusi menjadi lontarak. Ada sebuah lontaraq yang unik, mirip dengan pita atau kaset audio/video. Teksnya ditulis satu baris pada daun tal sempit yang digulung, hanya dapat dibaca bila gulungan diputar balik. Tulisan pada gulungan bergerak di depan mata pembaca, dari kiri ke kanan. Salah satu lontaraq gulung tersebut adalah La Galigo, sebuah epos asli masyarakat Bugis, diperkirakan ditulis pada abad ke-14, masa pra Islam. Karya sastra ini berjumlah halaman, dengan metrum lima suku kata. Latar belakang kisah La Galigo ini berada di Luwu, kerajaan yang dianggap tempat kelahiran masyarakat Bugis. Berikut lontaraq La Galigoyang digulung pada dua buah poros. Selain epos La Galigo, tulisan-tulisan kuno Bugis yang lain adalah kronik sejarah attoriolong, nyanyian upacara keagamaan, hukum, catatan harian, silsilah lontaraq pangngoriseng, kata bijak pappaseng, cerita rakyat, dan syair pendek atau elong. Di samping itu, ada pula jenis toloq, yakni syair sejarah-kepahlawanan, kisah kepahlawanan tersebut diceritakan dengan puitis, mirip La Galigo. Tulisan toloq sangat panjang, bisa mencapai ratusan halaman, dicirikan oleh penggunaan kosa kata kuno, metafora/khiasan, penggunaan matra delapan sukukata, dan heroik. Sementara itu, tulisan yang ditemukan di Mandar kebanyakan berupa naskah hasil penulisan sejarah, kebiasaan setempat dan pengajaran adat pappasang, kumpulan syair empat baris kalindaqdaq, dan lagu asmara tradisional tikapayo. Ada pun naskah-naskah kuno dari Makassar banyak mengandung peristiwa sejarah, seperti sejarah patturioloang Kerajaan Makassar, Gowa, dan Tallo; catatan harian lontaraq bilang; serta silsilah keluarga. Rupanya, tradisi catatan harian lontaraq bilang cukup memegang peranan penting dalam budaya tulis Sulawesi Selatan. Isinya segala peristiwa penting bagi kerajaan. Penulisnya adalah seseorang yang berpangkat tinggi. Ia menorehkan lidi dari ijuk kasar ke permukaan rontal. Selain di lontaraq, naskah-naskah Sulawesi Selatan banyak ditulis pada kertas—hampir seluruhnya kertas Eropa. Biasanya naskah kertas ini berasal dari abad ke-18. Filosofi dan Sejarah Aksara Lontara Aksara Lontara ada yang menyebutnya Lontaraq atau Lontarak ialah aksara asli masyarakat Bugis, Makassar, dan Mandar di Sulawesi Selatan. Sebetulnya masih ada huruf Makassar Kuno, yang usianya lebih tua dari aksara Lontara. Namun yang kemudian lestari adalah Lontara. Ada yang berpendapat, bahwa Lontara ini berbeda dengan aksara-aksara lain di Indonesia seperti aksara Bali, Jawa, Lampung, Sunda, yang oleh sebagian besar filolog dikaitkan dengan aksara Pallawa dari India. Aksara Lontara ini tidak dipengaruhi budaya lain, termasuk india. Namun ada pula yang berpendapat bahwa aksara ini merupakan turunan dari Pallwa. Selain aksara sendiri, masyarakat Bugis menggunakan dialek sendiri yang dikenal dengan “bahasa Ugi”. Sementara itu, suku lainnya di Sulawesi Selatan yaitu Saqdan Toraja, tak memiliki tradisi menulis, hanya memiliki tradisi lisan. Bentuk aksara Lontara, menurut budayawan Prof Mattulada, berasal dari “sulapa eppa wala suji”. Wala berarti “pemisah/pagar/penjaga”, dan suji yang berarti “putri”. Wala suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa eppa, berarti “empat sisi”, merupakan bentuk mistik kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, yakni api-air-angin-tanah. Maka dari itu, aksara Lontara berbentuk segi empat belah ketupat. Hal ini didasari pemahaman filosofis kultural masyarakat Makassar bahwa kejadian manusia berasal dari empat unsur, yaitu; butta tanah, pepek api, jeknekair, dan anging angin. Menurut sejarah, aksara Lontara diperkenalkan oleh Sabannarak atau Syahbandar Kerajaan Gowa yang bernama Daeng Pamatte. Ketika Kerajaan Gowa diperintah oleh Raja Gowa IX Daeng Matanre Karaeng Manngutungi yang bergelar Karaeng Tumapakrisik Kallonna, Daeng Pamatte menjabati dua jabatan sekaligus yaitu Sabannarak merangkap TumailalangMenteri Urusan Istana dan Dalam Negeri. Pada waktu itu Karaeng Tumapakrisik Kallonna memberikan titah kepada Daeng Pamatte untuk menciptakan aksara yang dapat dipakai untuk tulis-menulis. Pada 1538, Daeng Pamatte berhasil mengarang aksara Lontara yang terdiri atas 18 huruf dan juga tulisan huruf Makassar Kuno. Akhirnya, aksara Lontara ini dipermoderen dan bentuknya lebih disederhanakan sehingga jumlah hurufnya menjadi 19, akibat masuknya pengaruh bahasa Arab. Sistem Aksara Lontara Aksara Lontara telah ada sejak abad ke-12. Aksara ini berjumlah 23 huruf termasuk bunyi konsonan dan vokal a yang disusun berdasarkan aturan tersendiri. Dalam sistem aksara ini, dikenal penanda vokal untuk u, e, o, ae. Berikut tabel aksara Lontara Tabel aksara Lontara Namun, aksara Lontara tidak mengenal hurup atau lambang untuk mematikan hurup misalnya sa menjadi s. Ketiadaan tanda-mati ini cukup membingungkan bila ingin menuliskan huruf mati. Juga, di banding aksara-aksara lain, aksara Lontara tak memiliki semua fonem. Beberapa huruf ditafsirkan secara teoretis dengan sembilan cara berbeda, dan ini juga kadang-kadang menimbulkan masalah bagi penafsiran pembaca. Maka dari itu, masyarakat Bugis mengenal adanya elong maliung bettuanna, yakni nyanyian dengan makna tersembunyi. Misalnya kata buaja buluq buaya gunung merujuk pada macang harimau. Ejaanmacang sama dengan ejaan macca pintar, yang menjadi makna turunan dari buaja buluq. Sumber Rujukan McGlynn, John H. dkk. 2002. Indonesian Heritage 10 Bahasa dan Sastra. Jakarta Buku Antar Bangsa. sumber AksaraLontara, juga dikenal sebagai aksara Bugis, aksara Bugis-Makassar, atau aksara Lontara Baru adalah salah satu aksara tradisional Indonesia yang berkembang di Sulawesi Selatan. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa Bugis dan Makassar, tetapi dalam pekembangannya juga digunakan di wilayah lain yang mendapat pengaruh Bugis ᨄᨕᨘᨄᨕᨘᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙPau-paunna La TarEnrECerita La Tarenrek ᨑᨗᨔᨙᨕᨘᨓ ᨓᨊᨘᨕ ᨕᨛᨃ ᨔᨙᨕᨘᨓ ᨕᨊ ᨓᨚᨑᨚᨓᨊᨙ ᨑᨗᨕᨔᨛ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨈᨛᨆᨀ ᨕᨌᨊ ᨆᨅᨗᨌᨑ᨞ ᨑᨙᨀᨚ ᨑᨗᨕᨙᨓᨕᨗ ᨕᨉ ᨑᨗᨈᨕᨘ ᨕᨙᨓᨙ ᨊᨑᨗᨓᨙᨑᨙ ᨕᨉ ᨆᨔᨒ ᨉᨙ ᨈᨛᨊ ᨅᨒᨗᨊ᨞ ᨔᨆᨊ ᨑᨗᨈ ᨈᨛᨊ ᨄᨗᨀᨗᨑᨗᨀᨗ ᨈᨛᨊ ᨊᨓᨊᨓᨕᨗ ᨕᨉᨕᨙ ᨆᨔᨘ ᨄᨚᨒᨙ ᨑᨗ ᨈᨗᨆᨘᨊ᨞ Ri sEuwa wanua engka sEuwa ana’ worowanE riaseng La TarEnrE temmaka accana mabbicara. REkko riEwai ada ritau EwE nariwErEng ada masala dE tennabalinna. Samanna rita tennang pikkiriki, tenna nawa-nawai adaE massu pole ri timunna. Di sebuah negeri ada seorang anak laki-laki yang bernama La Tarenrek yang begitu pandai berbicara. Jika ada orang yang berbicara dengannya tentang suatu masalah, niscaya dijawabnya. Seolah-olah, kata-katanya keluar dari mulutnya tanpa berfikir ataupun cemas. ᨊᨕᨗᨕᨑᨚ ᨓᨊᨘᨕ ᨊᨕᨚᨋᨚᨕᨗᨕᨙ ᨑᨗᨕᨓ ᨄᨑᨙᨈᨊᨕᨗ ᨔᨙᨕᨘᨓ ᨕᨑᨘ ᨆᨒᨚᨒᨚ ᨊᨆᨌᨈᨚ ᨆᨅᨗᨌᨑ ᨊᨆᨎᨆᨛ ᨀᨗᨊᨗᨊᨓ ᨑᨗᨄᨉᨊ ᨈᨕᨘ᨞ ᨊᨆᨒᨇᨙ ᨄᨗᨀᨗᨑᨗᨊ ᨔᨗᨅᨓ ᨄᨀᨗᨈ ᨑᨗᨆᨘᨋᨗᨊ᨞ ᨕᨁ ᨊᨑᨗᨕᨙᨒᨚᨑᨗ ᨔᨛᨊ ᨕᨗ ᨑᨗᨈᨚᨄᨅᨊᨘᨕᨕᨙ ᨕᨗᨕᨆᨊᨛ᨞ Naiaro wanua naonroiE riawa parEntanai sEuwa arung malolo namaccato mabbicara namanyameng kininnawa ripadanna tau. NamalampE pikkiri’na sibawa pakkita rimunrinna. Aga nariElori senna’i ritopabbanuaE iamaneng. Adapun negeri asalnya, berada dibawah perintah seorang Raja muda yang juga pandai berbicara dan juga baik hati kepada sesama manusia. Ia juga memiliki pemikiran jauh kedepan dan juga pertimbangan-pertimbangan yang matang. Oleh sebab itu, ia dicintai oleh semua penduduk. ᨊᨃᨒᨙᨂᨊ ᨑᨗᨄᨕᨘᨄᨕᨘ ᨕᨆᨌᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨁᨃᨊ ᨊᨃᨒᨗᨂᨈᨚᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ ᨊᨊᨓᨊᨓᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨕᨙᨒᨚᨕᨙ ᨆᨙᨓᨕᨗ ᨆᨅᨗᨌᨑ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ ᨊᨑᨙᨀᨚ ᨊᨕᨘᨒᨙᨕᨗ ᨊᨅᨒᨗ ᨆᨊᨛ ᨆᨔᨛᨕᨒ ᨑᨗᨓᨛᨑᨙᨕᨗ ᨕᨘᨓᨒᨕᨗ ᨄᨀᨒᨗ ᨕᨙᨄᨘ ᨊᨕᨗᨕᨊ ᨆᨈᨗ ᨈᨘᨃᨛᨕᨗ ᨄᨔᨘᨑᨚᨀᨘ᨞ Nakkalengana ripau-pau ammaccana La TarEnrE gangkanna nangkalingatona arung E. Nanawa-nawani arung E maEloE mEwai mabbicara La TarEnrE. NarEkko naullEi nabali maneng maseala riwerEng’i, uwalai pakkalawi Epu naiama matti tungke’i passuroku. Kepandaian La Tarenrek pun tersebar hingga sampai pada kepada Raja. Raja pun berencana untuk mengajak La Tarenrek berbicara. “Jika dia mampu menjawab masalah yang aku berikan kepadanya, saya angkat dia menjadi Pakkawali Epu yang nantinya akan mengepalai pesuruhku” ᨕᨁ ᨆᨔᨘᨑᨚ ᨈᨇᨕᨗᨊᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ ᨊᨕᨗᨕ ᨕᨛᨃᨊᨊ ᨒᨈᨑᨙᨋᨙ ᨕᨘᨓᨕᨙᨃᨒᨗᨂᨕᨗ ᨀᨑᨙᨅ ᨆᨀᨛᨉ ᨈᨛᨆᨀ ᨕᨌᨆᨘ ᨁᨑᨙ ᨆᨅᨗᨌᨑ ᨔᨗᨅᨓ ᨆᨄᨅᨒᨗ ᨕᨉ᨞ ᨕᨁ ᨆᨀᨚᨀᨚᨕᨙ ᨆᨕᨙᨒᨚᨀ ᨆᨘᨄᨕᨘᨕ ᨆᨀ ᨔᨗᨕᨁᨑᨚ ᨕᨙᨁᨊ ᨓᨗᨈᨚᨕᨙ ᨑᨗ ᨒᨂᨗ᨞ Aga massuro tampaini La TarEnrE. Naia engkanana La TarEnrE uwEngkalingai karEba makkeda temmaka accamu garE mabbicara sibawa mappabali ada. Aga makkokkoE maEloka mupauwang maka siagaro Egana wittoEng ri langi. Raja kemudian memerintahkan pesuruhnya untuk memanggil La Tarenrek. Dan ketika La Tarenrek berada di hadapan Raja, Raja pun berkata. “Hai La Tarenrek, aku mendengar kabar bahwa engkau teramat pandai berbicara dan juga menjawab pertanyaan. Oleh karena itu, sekarang, aku ingin engkau mengatakan kepadaku, berapa banyak bintang di langit?”. ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨒᨈᨑᨙᨋᨙ ᨕᨊᨘ ᨆᨁᨇ ᨆᨘᨕᨈᨘ ᨄᨘᨕ᨞ ᨈᨓᨙᨑᨙᨊ ᨆᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨔᨗᨒᨇ ᨀᨑᨛᨈᨔ ᨄᨘᨈᨙ ᨔᨗᨅᨓ ᨍᨑᨘ ᨔᨗᨄᨛᨄ᨞ ᨊᨕᨗᨕ ᨕᨛᨃᨊᨊ ᨕᨊᨘ ᨊᨕᨙᨒᨕᨘᨕᨙ ᨊᨄᨒᨛᨅᨊᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨀᨑᨛᨈᨔ ᨕᨙ ᨊᨕᨗᨊᨄ ᨊᨈᨚᨉᨚᨈᨚᨉᨚ ᨍᨑᨘ ᨁᨃᨊ ᨄᨛᨊᨚ ᨀᨑᨛᨈᨔᨕᨙ᨞ ᨄᨘᨑᨕᨗ ᨊᨓᨙᨑᨙᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨊᨕᨗᨊᨄ ᨆᨀᨛᨉ ᨈᨑᨙᨀᨙᨊᨗ ᨄᨘᨕ ᨕᨙᨁᨊ ᨔᨛᨅᨚᨔᨛᨅᨚ ᨕᨙ ᨔᨗᨅᨓ ᨕᨛᨃᨕᨙ ᨑᨗ ᨀᨑᨛᨈᨔ ᨕᨙ ᨔᨗᨀᨚᨈᨚᨊᨗᨈᨘ ᨄᨘᨕ ᨕᨙᨁᨊ ᨓᨗᨈᨚᨕᨙ ᨑᨗ ᨒᨂᨗᨕᨙ᨞ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨊᨗᨁᨔ ᨈᨕᨘ ᨆᨀᨘᨒᨙ ᨅᨗᨒᨕᨗ ᨔᨛᨅᨚᨔᨛᨅᨚ ᨆᨘᨕᨗᨋᨘ ᨕᨙᨓᨙ᨞ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨊᨗᨁᨈᨚᨔ ᨄᨘᨕ ᨈᨕᨘ ᨆᨀᨘᨒᨙ ᨅᨗᨒᨕᨗ ᨓᨗᨈᨚᨕᨙ ᨕᨙ ᨑᨗ ᨒᨂᨗᨕᨙ᨞ ᨊᨆᨌᨓᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨕᨙᨃᨒᨗᨂ ᨕᨗ ᨕᨉᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ Makkedani La TarEnrE anu magampang muatu puang. TawErEngna mai arungE silampa karettasa putE sibawa jarung sipeppa. Naia engkannana anu naEllauE napallebba’ni La TarEnrE karettasaE nainappa natoddo’-toddo’ jarung gangkanna penno karettasaE. Purai nawErEng ni arung E nainappa makkeda tarEkEngni puang Egana sebbo’-sebbo’E sibawa engkaE ri karettasaE, sikotonitu puang Egana wittoEng ri langiE. Makkedani arung E nigasa tau makkullE bilang’i sebbo’-sebbo’ muinru EwE. Makkedani La TarEnrE nigatosa puang tau makkullE bilang’i wittoEng E ri langiE. Namacawani arung E maEngkalinga i adanna La TarEnrE. La Tarenrek kemudian menjawab, “itu adalah perkara yang mudah, Tuanku. Berilah hamba selembar kertas putih dan juga sebilah jarum”. Setelah La Tarenrek mendapatkan yang dimintanya, ia kemudian membentangkan kertas tersebut dan melubang-lubangi kertas dengan jarum hingga penuh. Setelah itu, diberikannya kertas tersebut kepada Raja sambil berkata, “Silahkan tuanku munghitung banyaknya lubang jarum yangada pada kertas itu, sebanyak itulah banyaknya bintang di langit”. Raja pun berkata, “Siapa pula yang bisa menghitung lubang-lubang yang engkau buat ini?”. La Tarenrek menjawab, “Jika demikian kata Tuanku, siapa juga yang dapat menghitung bintang di langit?”. Raja pun tertawa mendengarkan jawaban La Tarenrek. ᨕᨛᨃᨊ ᨔᨙᨕᨘᨓ ᨕᨛᨔᨚ ᨊᨒᨕᨚ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨆᨗᨈᨕᨗ ᨀᨒᨘᨀᨘᨊ ᨕᨛᨃᨊ ᨈᨘᨓᨚ ᨑᨗ ᨓᨗᨑᨗᨊ ᨔᨒᨚᨕᨙ᨞ ᨊᨕᨗᨈᨊᨗ ᨆᨀᨛᨉᨕᨙ ᨆᨈᨚᨓ ᨆᨊᨛᨊᨗ ᨅᨘᨕᨊ᨞ ᨕᨁ ᨆᨙᨇᨙᨊᨗ ᨔᨗᨄᨚ ᨊᨕᨗᨕᨊᨑᨚ ᨓᨛᨈᨘ ᨔᨗᨈᨘᨍᨘᨕ ᨈᨚᨕᨗ ᨕᨛᨃᨊ ᨒᨒᨚ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨒᨚᨄᨗᨒᨚᨄᨗ ᨔᨗᨅᨓ ᨒᨗᨔᨛ ᨅᨚᨒᨊ ᨑᨗᨔᨛᨉᨙᨊᨑᨚ ᨀᨒᨘᨀᨘ ᨊᨕᨙᨇᨙ ᨕᨙ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ ᨊᨕᨗᨑᨗᨈᨊ ᨑᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨕᨙ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨕᨈᨘᨈᨘᨀᨚ ᨆᨙᨇᨙ᨞ ᨊᨔᨅ ᨕᨗᨕᨈᨘ ᨑᨙᨀᨚ ᨆᨈᨛᨑᨘᨀᨚ ᨆᨙᨋᨙ ᨆᨈᨙᨕᨗ ᨕᨅᨚᨆᨘ᨞ ᨊᨕᨗᨀᨗᨕ ᨑᨙᨀᨚ ᨒᨗᨔᨘᨀᨚ ᨊᨚ ᨆᨈᨙᨈᨚᨔᨗ ᨕᨗᨉᨚᨆᨘ᨞ ᨊᨌᨅᨙᨑᨘᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨆᨃᨒᨗᨂᨕᨗ ᨕᨉᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨊᨕᨗᨊᨄ ᨆᨀᨛᨉ ᨕᨙ ᨄᨘᨕ ᨕᨘᨓᨙᨒᨚᨑᨛ ᨈᨚᨔᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨕᨍ ᨊᨆᨌᨄ ᨆᨒᨚᨄᨗ ᨊᨔᨅ ᨕᨗᨕ ᨑᨗᨄᨒᨗᨑᨀᨗᨑᨀᨘ ᨑᨙᨀᨚ ᨆᨈᨛᨑᨘᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨔᨙᨇᨛ ᨆᨔᨘ ᨑᨗ ᨈᨔᨗᨕᨙ ᨒᨅᨘᨕᨗ ᨒᨚᨄᨗᨊ᨞ ᨊᨕᨗᨕᨀᨗᨕ ᨑᨙᨀᨚ ᨒᨗᨔᨘᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨊᨛᨔᨊᨗ ᨆᨑᨛᨄᨊ ᨒᨚᨄᨗ ᨕᨙ᨞ ᨊᨆᨌᨓ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨀᨛᨉ ᨕᨈᨗᨊ ᨑᨗ ᨒᨕᨒᨛ ᨆᨄᨚᨋᨚ ᨕᨉ ᨈᨚᨂᨛ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨔᨆᨊᨆᨊᨗ ᨑᨗᨈ ᨕᨘᨓᨕᨙ ᨆᨌᨚᨒᨚ ᨕᨉᨕᨉᨊ᨞ ᨊᨄᨈᨛᨑᨘᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨒᨚᨄᨗᨊ ᨊᨕᨙᨇᨙᨈᨚᨊ ᨆᨙᨋᨙ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ engkana sEuwa esso nalao La TarEnrE mitai kalukunna engkana tuwo ri wirinna saloE. Naitani makedaE matowa manengni buana. Aga mEmpEni sipong, naianaro wettu situjuang toi engkana lalo arung E mallopi-lopi sibawa lise’ bolana riseddEnaro kaluku naEmpE E La TarEnrE. Nairitana ri arung E makkeda ni arung E, E… TarEnrE atutuko mEmpE. Nasaba iatu rEkko materuko mEnrE, matEi ambo’mu. Naikia rEkko lisuko no matEtosi indo’mu. NacabbEruna La TarEnrE mangkalingai adanna arung E nainappa makkeda. E… puang, uwEloreng tosi arung E aja namacapa mallopi nasaba ia ripalirakirakku rEkko matterui arung E sEmpe’ massu ri tasiE labui lopinna. Naiakia rEkko lisui arung E manessani mareppana lopi E. Namacawa arung E makkeda atinna ri laleng mapponro ada tongeng La TarEnrE samannamani rita uwaE maccolo ada-adanna. Napatteruni arung E lopinna naEmpEtona mEnrE La TarEnrE. Pada suatu hari,La Tarenrek pergi melihat kebun kelapanya yang ada dipinggiran sungai. Dilihatnya buah kelapanya sudah tua semua. Dia pun memanjat sebuah batang kelapa, yang kebetulan pada waktu itu Raja dan keluarganya sedang naik perahu di dekat kelapa yang dipanjat oleh La Tarenrek. Raja pun melihat La Tarenrek, kemudian berkata. “Hai Tarenrek, berhati-hatilah memanjat. Sebab, jika engkau berani ke atas, ayahmu mati. Dan jika engkau turun, ibumu mati” La Tarenrek kemudian cabbEru[1] mendengar kata-kata raja, kemudian berkata “Tuanku, Saya berharap tuanku juga berhati-hati naik perahu sebab menurut pandanganku, Jika baginda terus berlayar, perahu baginda akan tenggelam. Akan tetapi, jika baginda kembali, pastilah perahu baginda akan pecah” Tertawalah Raja, dalam hatinya membenarkan bahwa La Tarenrek mengatakan apa yang benar-benar ia rasakan, seolah perkatannya bagaikan air yang mengalir. Raja pun melanjutkan pelayarannya dan La Tarenrek kembali terus memanjat. ᨊᨕᨗᨕ ᨒᨛᨈᨘᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨆᨔᨘᨑᨚᨕᨗ ᨍᨑᨘ ᨈᨛᨒᨘ ᨄᨛᨄ ᨒᨕᨚ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨒᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ ᨆᨕᨙᨒᨚᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨑᨗᨕᨅᨘᨑᨛ ᨅᨃᨘ ᨒᨇᨙ ᨊᨔᨅ ᨆᨕᨙᨒᨚᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨙᨅᨘ ᨁᨘᨒᨗ ᨊᨔᨅ ᨆᨄᨚᨒᨚᨕᨗ ᨁᨘᨒᨗᨊ ᨒᨚᨄᨗᨊ᨞ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨑᨗ ᨔᨘᨑᨚᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨕᨙ ᨔᨘᨑᨚ ᨄᨒᨛᨈᨘᨀᨛ ᨒᨒᨚᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨀᨛᨉ ᨕᨙ ᨊᨉᨇᨛᨂ ᨒᨒᨚᨕ ᨊᨔᨅ ᨉᨙ ᨄᨀᨘᨒᨙᨀᨘ ᨆᨙᨅᨘᨑᨛᨕᨗ ᨕᨗᨕᨙ ᨓᨛᨈᨘᨕᨙ ᨊᨔᨅ ᨕᨆᨈᨙᨂ᨞ ᨆᨈᨙᨕᨗ ᨅᨛᨀᨘ ᨍᨓᨀᨘ ᨊᨔᨅ ᨒᨙᨅᨄᨗ ᨊᨑᨄᨗᨀᨗ ᨑᨗᨕᨒ ᨈᨛᨒᨘᨊ ᨊᨆᨕᨙᨒᨚᨈᨚ ᨀᨘᨕᨒ ᨄᨗᨈᨘᨊ᨞ ᨆᨌᨓᨊᨗ ᨔᨘᨑᨚᨕᨙ ᨆᨀᨛᨉ ᨕᨊᨘ ᨈᨛᨔᨗᨈᨗᨊᨍᨈᨘ ᨕᨗᨀᨚ ᨆᨘᨄᨕᨘ᨞ ᨅᨛᨀᨘᨆᨘ ᨆᨈᨙ ᨆᨙᨒᨚᨔᨗ ᨑᨗᨅᨗᨒᨇᨛᨊᨗ᨞ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨕᨊᨗ ᨈᨛᨔᨗᨈᨗᨊᨍᨈᨚ ᨊᨔᨘᨑᨚᨕ ᨕᨙ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨀᨛᨉ ᨈᨛᨒᨘ ᨄᨛᨄ ᨍᨑᨘ ᨆᨕᨙᨒᨚ ᨔᨙᨕᨘᨓ ᨅᨃᨘ ᨒᨇᨙ᨞ Naia lettu’na arung E ri bolana massuroi tiwi jarung tellu peppa lao ri bolana La TarEnrE. MaEloi arung E riabbureng bangkung lampE nasaba maEloi arung E mEbbu guli nasaba apa’ mapoloi gulinna lopinna. Makkedani La TarEnrE risurona arung E. E… suro, palettukeng laloi arung E makkeda E naddampengenglaloa nasaba dE pakkullEku mEbbureng i iE wettuE nasaba amatengnga. MatEi bekku jawaku nasaba lEbapi narapiki riala tellunna namaElo’to kuala pitunna. Macawani suroE makkeda anu tessitinajatu iko mupau. Bekkumu matE mElo’si ribilangpenni. Makkedani La TarEnrE anu tessitinajato nassuroang E arung E makkeda tellu peppa jarung maElo sEuwa bangkung lampE. Ketika Raja sampai di kediamannya, dia memerintahkan pesuruhnya untuk membawakan tiga batang jarum ke rumah La Tarenrek. Raja ingin dibuatkan sebilah parang panjang yang akan ia gunakan untuk membuat kemudi perahu yang baru sebab kemudi perahunya patah. La Tarenrek pun berkata kepada pesuruh raja, “Pesuruh Tuanku, sampaikan kepada baginda agar beliau memaafkan hamba sebab hamba tidak mampu memenuhi permintaan beliau pada saat ini sebab saya sedang berkabung. Burung tekukur Jawa hamba mati dan besok adalah peringatan hari ketiga kematiannya, kemudian hamba berniat memperingati hari ketujuhnya” Pesuruh Raja tertawa dan mengatakan, “Engkau mengatakan sesuatu yang tidak pantas tidak masuk akal. Burung tekukurmu yang mati pun engkau mau hitung malam” La Tarenrek pun mengatakan, “Hal yang baginda perintahkan pun, membuat sebilah parang panjang dari tiga batang jarum, adalah hal yang tidak masuk akal.” ᨊᨑᨙᨓᨛᨊ ᨔᨘᨑᨚᨕᨙ ᨒᨕᨚ ᨑᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨊ ᨊᨄᨒᨛᨈᨘᨊ ᨔᨗᨊᨗᨊ ᨕᨉᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨕᨗᨕᨈᨘ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨈᨕᨘ ᨆᨌᨊ ᨄᨋᨗᨈ ᨕᨉᨕᨉ᨞ ᨊᨕᨙ ᨆᨕᨙᨒᨚ ᨆᨘᨄ ᨌᨚᨅᨕᨗ ᨔᨗᨔᨛᨄ᨞ ᨊᨑᨙᨀᨚ ᨆᨅᨒᨗᨓᨗ ᨁᨕᨘᨀᨘ ᨕᨗᨕᨕᨙ ᨔᨗᨔᨛ ᨕᨙ ᨕᨘᨓᨒᨈᨚᨂᨛᨕᨗ ᨄᨀᨒᨓᨗ ᨕᨙᨄᨘ᨞ NarEwe’na suroE lao ri arung E na napalettu’na sininna adanna La TarEnrE. Makkedani arung E, iatu La TarEnrE tau maccana panrita ada-ada. NaE maElo’ mupa cobai siseppa. NarEkko mabbaliwi gau’ku iaE siseng E uwalatongeng i pakkalawi Epu. Pesuruh Raja pun pulang, menyampaikan segala perkataan La Tarenrek kepada Raja. Raja pun berkata bahwa La Tarenrek itu orang pandai berkata-kata. Namun, ia masih ingin menguji La Tarenrek sekali lagi. “Apabila ia mampu membalas pekerjaannya sekali ini, maka ia benar-benar akan kuangkat sebagai pakkalawi Epu2.” ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨑᨗ ᨔᨘᨑᨚᨕᨙ ᨒᨕᨚᨀᨚ ᨄᨕᨗᨆᨛ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨆᨘᨈᨗᨓᨗᨑᨛᨕᨗ ᨅᨙᨅᨙ ᨒᨕᨗ ᨔᨗᨀᨍᨘ ᨊᨆᨘᨕᨀᨛᨉ᨞ ᨆᨕᨙᨒᨚ ᨕᨙᨁᨂᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨗᨊᨘ ᨉᨉᨗ ᨅᨙᨅᨙ᨞ ᨕᨁᨑᨚ ᨔᨗᨀᨍᨘ ᨅᨙᨅᨙ ᨒᨕᨗ ᨊᨔᨘᨑᨚ ᨑᨗᨈᨗᨓᨗᨑᨛᨀᨚ᨞ ᨊᨕᨙᨒᨚᨑᨛᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨘᨄᨛᨑ ᨔᨘᨔᨘᨊ ᨊᨆᨘᨈᨗᨓᨗᨑᨛᨕᨗ ᨅᨍ ᨆᨕᨙᨒᨙ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ ᨄᨘᨑᨕᨗ ᨊᨄ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨒᨕᨚᨊᨗ ᨔᨘᨑᨚᨕᨙ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨈᨗᨓᨗ ᨅᨙᨅᨙ ᨒᨕᨗ ᨔᨗᨀᨍᨘ ᨊᨊᨄᨒᨛᨈᨘ ᨈᨚᨊ ᨔᨗᨊᨗᨊ ᨄᨔᨛᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ ᨄᨘᨑᨕᨗ ᨑᨗᨈᨘ ᨒᨗᨔᨘᨊᨗ ᨔᨘᨑᨚᨕᨙ ᨒᨕᨚ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ Makkedani arung E ri suroE laoko paimeng ri bolana La TarEnrE mutiwireng i bEmbE’ lai sikaju namuakkeda. MaElo Egangngi arung E minung dadi bEmbE’. Agaro sikaju bEmbE’ lai nasuro ritiwirekko. NaElorengngi arung E mupera susunna namutiwirengngi baja maElE ri bolana arung E. Purai nappa arung E laoni suroE ri bolana La TarEnrE tiwi bEmbE lai sikaju nanapalettu tona sininna pasengna arung E. Purai ritu lisuni suroE lao ri bolana arung E. Raja pun memerintahkan kepada pesuruhnya, “pergilah kembali ke rumah La Tarenrek, bawalah seekor kambing jantan lalu katakan padanya bahwa Raja sangat ingin meminum susu kambing. Oleh karena itu, Raja mengirimkanmu kambing jantan. Raja ingin agar engkau mengambil susunya kemudian membawanya kepada Raja di kediamannya esok pagi” Setelah itu, pergilah pesuruh Raja ke rumah La Tarenrek membawa seekor kambing jantan dan juga menyampaikan semua perintah Raja. Kemudian, ia kembali ke kediaman Raja. ᨊᨕᨗᨕ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨒᨕᨚ ᨈᨚᨊᨗ ᨆᨒ ᨀᨒᨘᨀᨘ ᨈᨚᨓ ᨔᨗᨕᨅᨈᨘ ᨕᨑᨙ ᨊᨕᨗᨊᨄ ᨊᨄᨛᨄ᨞ ᨊᨄᨑᨘ ᨊᨅᨘᨕᨗ ᨔᨈ᨞ ᨕᨁ ᨊᨑᨄᨗᨀᨗ ᨕᨙᨒᨙ ᨆᨚᨈᨚᨊᨗ ᨊᨄ ᨊᨈᨘᨄ ᨆᨊᨛ ᨔᨈ ᨄᨘᨑᨕᨙ ᨊᨕᨙᨅᨘ ᨑᨗᨕᨔᨛᨊ ᨈᨄᨙᨑᨙ ᨕᨙ᨞ ᨊᨆᨑᨗᨌ ᨆᨊᨛᨊ ᨈᨄᨙᨑᨙᨊ ᨔᨗᨅᨓ ᨆᨆᨙᨎᨊ ᨊᨈᨑᨚ ᨔᨈ᨞ ᨊᨕᨗᨊᨄ ᨈᨘᨉ ᨕᨀᨚᨑᨚ ᨈᨍᨛᨕᨗ ᨔᨘᨑᨚᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ ᨊᨔᨅ ᨈᨛᨆᨕᨙᨒᨚᨕᨗ ᨒᨕᨚ ᨊᨑᨙᨀᨚ ᨉᨙ ᨊᨑᨗᨕᨚᨅᨗ ᨑᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ ᨈᨛᨆᨕᨗᨈᨕᨗ ᨕᨛᨃᨊᨗ ᨄᨚᨒᨙ ᨔᨘᨑᨚᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨈᨇᨕᨗᨓᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ᨞ ᨊᨕᨙᨋᨙᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨆᨂᨚᨒᨚ ᨑᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ Naia La TarEnrE lao toni mala kaluku towa siabbatu arE nainappa napeppa. Naparu nabbui santang. Aga narapiki ElE moto’ni nappa natuppa maneng santang puraE naEbbu riase’na tappErE E. Namarica manengna tappErEna sibawa mammEnynya’na nataro santang. Nainappa tudang akkoro, tajeng i surona arung E. Nasaba temmaEloi lao narEkko dE nariobbi ri arung E. Temmaittai engkani polE surona arung E tampaiwi La TarEnrE. NaEnrE’na La TarEnrE mangolo ri arung E. La Tarenrek kemudian pergi mengambil beberapa buah kelapa tua yang kemudian ia pecahkan. Ia parut dan dibuatnya santan. Pagi pun tiba, La Tarenrek kemudian bangun dan menumpahkan seluruh santan yang telah dibuatnya di atas tappere tikar anyaman dari daun lontar. Tikar tersebut kemudian basah dan berminyak karena santan yang ditumpahkan. Ia kemudian duduk, diatasnya dan menunggu pesuruh Raja. Sebab ia tak ingin pergi, kecuali Raja memangngilnya. Tak lama berselang, datanglah pesuruh Raja memanggil La Tarenrek. La Tarenrek pun menghadap kepada Raja. ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨆᨁᨗ ᨊᨉᨙ ᨆᨘᨈᨗᨓᨗᨑᨛᨂ ᨉᨉᨗ ᨊᨕᨛᨃ ᨔᨗᨀᨍᨘ ᨅᨙᨅᨙ ᨒᨕᨗ ᨕᨗᨕᨔᨘᨑᨚ ᨈᨗᨓᨗᨑᨛᨀᨚ᨞ ᨆᨀᨛᨉᨊᨗ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨕᨛᨃᨊ ᨄᨘᨕ ᨉᨉᨗ ᨕᨘᨓᨒᨀᨗ ᨕᨘᨄᨑᨗᨀᨈᨚᨕ ᨑᨗ ᨕᨔᨛᨊ ᨈᨄᨙᨑᨙᨀᨘ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨕᨙ᨞ ᨊᨄᨘᨒᨙᨆᨘᨊ ᨕᨅᨚᨀᨘ ᨆᨙᨆᨊ ᨑᨗᨕᨙᨒᨙᨀᨙᨒᨙᨕᨙ ᨊᨀᨘᨈᨀᨗᨊᨗ ᨀᨘᨒᨘᨄᨛ ᨆᨕᨙᨒᨚ ᨈᨘᨒᨘ ᨕᨗ ᨊᨕᨘᨀᨛᨊ ᨓᨗᨑᨗᨊ ᨀᨈᨚᨕ ᨕᨙ ᨊᨈᨈᨘᨄ ᨆᨊᨛ ᨉᨉᨗᨕᨙ᨞ ᨊᨑᨙᨀᨚ ᨈᨛᨆᨈᨛᨄᨛᨕᨗ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨈᨑᨚᨕᨗ ᨊᨔᨘᨑᨚ ᨕᨗᨈ ᨊᨔᨘᨑᨚ ᨄᨑᨙᨔ ᨈᨄᨙᨑᨙᨀᨘ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨕᨙ᨞ ᨆᨑᨗᨌ ᨆᨊᨛ ᨊᨄᨀᨘᨕ ᨉᨉᨗ ᨈᨈᨘᨄᨕᨙ ᨉᨙᨋᨙ᨞ Makkedani arung E magi nadE mutiwirengnga dadi naengka sikaju bEmbE lai iasuro tiwirekko. Makkedani La TarEnrE engkana puang dadi uwalakki uparikatoang ri asena tappErEku ri bolaE. NapulEmuna ambo’ku mEmmana’ riElEkElE E, nakutakkini kuluppe maElo tulungngi naukenna wiringna katoang E natattuppa maneng dadi’E. NarEkko temmateppe’i arung E taroi nasuro ita nasuro paressa tappErEku ri bolaE. Marica maneng napakkua dadi tattuppaE dEnrE. Raja pun berkata, “mengapa engkau tidak membawakanku susu, padahal aku sudah memerintahkan untuk mengirimimu seekor kambing jantan”. La Tarenrek menjawab, “hamba sudah mengambil susu untuk Tuanku, aku menyimpannya di dalam loyang secara literal = baskom yang hamba simpan di atas tikar di rumah hamba. Tiba-tiba ayah hamba melahirkan dipagi hari, dan hamba pun terkejut kemudian meloncat untuk menolongnya yang akhirnya hamba menyenggol pinggiran loyang dan tumpahlah seluruh susu yang telah hamba kumpulkan. Jika Tuanku tidak percaya, biarlah Tuanku memerintah seseorang untuk memeriksa tikar hamba di rumah. Tikar hamba seluruhnya basah karena susu yang tertumpah tadi.” ᨊᨆᨌᨓ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ ᨈᨛᨂᨗᨂᨗᨊ ᨊᨕᨘᨒᨙ ᨆᨛᨈᨙ ᨕᨙ᨞ ᨊᨔᨗᨔᨛᨊ ᨆᨛᨈᨙ ᨆᨀᨛᨉ ᨆᨘᨊᨗᨕᨙ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨒᨕᨚᨊᨚ ᨆᨕᨗ ᨆᨘᨕᨚᨋᨚ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨀᨘ ᨊᨔᨅ ᨆᨕᨙᨒᨚᨀ ᨆᨒᨀᨚ ᨄᨀᨒᨓᨗ ᨕᨙᨄᨘ ᨊᨕᨗᨀᨚᨊ ᨆᨈᨘ ᨈᨘᨃᨕᨗ ᨄᨔᨘᨑᨚᨀᨘ᨞ Namacawana arung E tengngingngina naullE mettE E. Nasissenna mettE makkeda muniE La TarEnrE laono mai muonro ri bolaku nasaba maElo’ka malako pakkalawi Epu naikona matu tungkai passuroku. Raja pun tertawa sampai tidak mampu berkata apa-apa. Kemudian Raja mengatakan, “La Tarenre, tinggallah di kediamanku karena aku ingin menjadikanmu pakkalawi Epu, engkaulah nanti yang akan mengasuh pesuruh-pesuruhku. ᨊᨔᨘᨍᨘᨊ ᨒ ᨈᨑᨙᨋᨙ ᨆᨙᨒᨕᨘ ᨔᨘᨀᨘᨑᨘ ᨑᨗ ᨄᨘᨕ ᨕᨒ ᨈᨕᨒ ᨆᨑᨛᨊᨘ ᨓᨙᨁ ᨆᨃᨒᨗᨂᨕᨗ ᨕᨉᨊ ᨕᨑᨘ ᨕᨙ᨞ Nasuju’na La TarEnrE mEllau sukkuru ri Puang Alla Ta’ala marennu wEgang mangkalingai adanna arung E. La Tarenrek pun bersyukur kepada Allah Ta’ala, ia begitu bahagia mendengar perkataan Raja. Sumber Cerita disadur dari Sastra Bugis Klasik’ tulisan Nur Azizah Syahril yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Jakarta tahun 1999 dengan berbagai perbaikan dan pengalihaksaraan yang saya lakukan sendiri. Saya bukanlah ahli sastra bahasa daerah, jadi mohon dimaklumi jika dalam penulisan Folklore ini masih terdapat kesalahan-kesalahan. Penjelasan [1] CabbEru CabbEru adalah ekspresi yang menunjukkan keinginan untuk menangis namun tidak sampai menangis yang ditandai dengan perubahan mimik mulut dan alis. CabbEru tidaklah sama persis dengan perasaan sedih yang sifatnya lebih ke psikologi. [2] Pakkalawi Epu Saya pribadi tidak begitu paham dengan kata ini. Namun saya berspekulasi kalau Pakkalawi Epu adalah semacam kepala pembantu yang berhubung langsung dengan Arung Raja/Bangsawan, dan bertugas membimbing pesuruh Raja. Jika Aksara Lontara tidak terinstal pada perangkat Anda, kemungkinan aksara lontara artikel ini tidak ditampilkan sama sekali. Untuk pengguna windows 10, Anda bisa mengintal bahasa bugis lewat setting language. Namun jika anda masih ingin membaca Folklore ini dalam aksara bugis, saya sudah menyediakannya dalam bentuk PDF. Silahkan download langsung disini
SULSEL Abjad Lontara merupakan huruf khusus sebagai sarana mengekspresikan bahasa Bugid dan Makassar dalam bentuk tulisan.. Huruf nusantara asal Sulawesi Selatan ini merupakan yang pertama didaftarkan ke Unicode untuk didigitalisasi sejak tahun 1990-an. Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara berupaya melestarikan huruf tradisonal ini dengan meneken kerja sama dengan Pengelola Nama
Majalah Nabawi – Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain ikannya. Ini satu peribahasa yang menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai ciri khas yang berbeda-beda tak terkecuali di Indonesia. Bangsa Indonesia kaya akan keragaman suku, agama, dan bahasa. Hal tersebut memungkinkan adanya penelitian di bidang cerita rakyat. Pengetahuan dan penelitian cerita rakyat sangat cocok untuk inventarisasi, dokumentasi, dan referensi. Dalam pencarian jati diri bangsa Indonesia, sangat penting untuk menelusuri keberadaan cerita rakyat sebagai bagian dari budaya dan TradisiBudaya adalah entitas kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan semua keterampilan serta kebiasaan lain yang ada pada setiap orang sebagai anggota masyarakat. Ia merupakan bentuk buatan manusia yang sekurang-kurangnya memiliki tiga wujud, yaitu 1 wujud kebudayaan sebagai seperangkat gagasan, nilai, norma dan peraturan. 2 Wujud kebudayaan sebagai aktivitas masyarakat yang terstruktur. Dan 3 wujud budaya sebagai objek ciptaan manusia. Jelas Koentjaraningrat dalam Mattulada, 19971. Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun dari suatu kelompok masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya individu yang bersangkutan. Tradisi anggota masyarakat berperilaku baik dalam hal sekuler dan okultisme dan agama Esten, 199921.Mengenal Suku BugisSuku Bugis, adalah salah satu suku terbesar di Sulawesi Selatan yang memiliki nilai budaya tersendiri. Salah satu kekayaan budaya Bugis adalah cerita rakyat. Dalam masyarakat Bugis, cerita rakyat biasanya turun dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut. Jenis tuturan lisan ini sering kita sebut sebagai sastra lisan. Namun, penulis menggunakan kata cerita rakyat karena merupakan bidang kajian yang lebih luas dan mencakup sastra Bugis adalah suku yang termasuk dalam suku Melayu Deutero. Suku ini datang ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, lebih khusus dari Tengah Selatan. Kata “Bugis” berasal dari To Ugi yang berarti “Orang Bugis”. Nama “Ugi” mengacu pada raja pertama Kerajaan Cina di Pammana, sekarang Kabupaten Wajo, yaitu La Sattumpag. Ketika orang-orang La Sattumpag menamai diri mereka sendiri, mereka mengacu pada raja. Mereka menyebut dirinya Ugi atau orang atau pengikut The Bugis adalah penduduk asli Sulawesi Selatan. Masyarakat Bugis ini tersebar di Kabupaten Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, dan Barru. Selain etnis Melayu dan Minangkabau yang bermigrasi ke Sulawesi dari Sumatera sejak abad ke-15 sebagai administrator dan pedagang di Kerajaan Gowa juga tergolong Bugis. Menurut sensus tahun 2000, penduduk Bugis berjumlah 6 juta jiwa. Kini suku Bugis juga telah menyebar ke provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan bahkan sampai ke luar negeri. Suku Bugis adalah salah satu suku yang mengamalkan ajaran Islam dengan penuh bisa berbentuk lisan atau tulisan. Pada zaman dahulu, Suku Bugis menggunakan dua cara komunikasi tersebut. Secara lisan mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Bugis, sedangkan secara tulisan mereka memiliki aksara sendiri yang bernama Lontara. Menurut penjelasan di Jurnal Al – Ulum Volume 12, No. 1, Tahun 2012, aksara ini merupakan manuskrip yang ditulis dengan alat tajam di atas daun lontar. Kemudian ditambah cairan hitam pada bekas goresannya. Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai awal mula munculnya aksara ini. Namun aksara Lontara muncul di beberapa naskah kuno masyarakat Bugis. Jurnal tersebut juga menjelaskan beberapa naskah kuno yang menjadi bagian dari kebudayaan pos
Namunsebagian besar masyarakat bugis yang masih menganut agama lokal yaitu kepercayaan Tolotang menganggap bahwa I La Galigo ini sebagai kitab suci. Karya satra ini memiliki sekitar 6.000 halaman dan 300 ribu baris teks dengan menggunakan penulisan aksara Lontara yaitu aksara asli Bugis, penyusunan puisi didalamnya dianggap sangat indah dan

BATU MENANGIS ATAU BATU BERANAK BATU MEMMANA`E BATU MEMMANA`E Engkana ritu seuwwa wettu ri tana Bone, sibola marana` marindo`. Indo`na maka gello na makessing ampena, naikiyy...

Selasa 02 November 2010. Cerita Rakyat. Asal Muasal Putri Duyung dan Lumba-lumba. Versi Makassar. Pada Zaman dahulu kalah di tepi pantai Tope Jawa, tinggal sebuah keluarga miskin yang hidup serba kekurangan, mereka adalah Tutu dan Bauq serta Putrinya yang bernama Rannu. Ketika itu Taba pergi mencari ikan di laut dengan menggunakan jala, untuk

SULSEL, - Abjad Lontara merupakan huruf khusus sebagai sarana mengekspresikan bahasa Bugid dan Makassar dalam bentuk tulisan. Huruf nusantara asal Sulawesi Selatan ini merupakan yang pertama didaftarkan ke Unicode untuk didigitalisasi sejak tahun 1990-an. Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara berupaya melestarikan huruf tradisonal ini dengan meneken kerja sama dengan Pengelola Nama Domain Internet sama tersebut merupakan kelanjutan dari program bertajuk Merajut Nusantara Melalui Digitalisasi Aksara. Dalam kerja sama tersebut, akan dilakukan lomba pembuatan website dengan huruf Lontara pada Desember 2020. "Kegiatan ini diharapkan bisa memperkenalkan kembali dan melestarikan bagian dari budaya asli Indonesia," ujar Ketua Pandi Yudho Giri Sucahyo melalui rilis ke Minggu 8/11/2020. Baca juga Pernikahan ala Adat Bugis Makassar, Cinta Kandas gara-gara Uang Panaik Tinggi 1Nurhayati Rahman, Guru Besar FIB Universitas Hasanudin Makassar menambahkan, digitalisasi abjad Lontara merupakan satu hal yang dicita-citakannya sejak dulu, dan berharap huruf itu bisa tetap lestari. "Huruf Lontara nantinya bisa diketik dan dilihat langsung di perangkat elektronik. Dalam perkembangannya, harus tetap menggunakan huruf aslinya, karena akan mengubah sejarah dari huruf Lontara itu sendiri,” ujar Nurhayati. "Kerja sama ini bisa menjadi pertahanan diri sebagai anak bangsa, untuk menghadapi gempuran budaya dari luar," lanjut Andi Sitti Aisyah, Ketua Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara. Sementara Andi Alfian Mallarangeng, Wakil Dewan Pembina Yayasan menambahkan, Lontara adalah huruf nusantara pertama yang terdaftar di Unicode. Hanya saja belum diresmikan penggunaannya secara luas hingga saat ini. Baca juga Pernikahan ala Adat Bugis Makassar, Jumlah Uang Panaik Ditentukan Status Sosial Wanita2 Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. . 187 486 260 396 476 473 198 65

cerita rakyat bugis tulisan lontara